Selasa, 18 Desember 2012
Entahlah
Hingga
asa ini tak mampu lagi melingkar layaknya melodi. Sudah sekian sajak kau
torehkan diatas pasir yang tak sanggup menanggung beban-beban harapan. Aku
hanya ingin kau menjadi serpihan dari sekian juta warna yang mengacak diudara.
Pasrah, hampir saja aku terlunta diambang ketidak berdayaan, kau datang
menenggelamkan hampir seluruh dari hujaman yang mengganjal. Kapan lagi kita kan
bersua kalau kau hanya mampu membuntuti dari sekian secarik kembang yang
nafasnya teratur berirama. Aku lelah, tanpa kau sadari bahkan kau mungkin hanya
menutup telinga dan hati. Aku tak mau menjadi yang tersakiti, sudah terlalu
hitam hati ini jika kau sakiti lagi. Ingin rasanya kuberlari mengejar sesuatu
yang tak pasti, tapi aku yakin orang-orang hanya akan mencercaku dengan hinaan
bodoh dan tololnya. Lelah, untuk yang kesekian kalinya, agar nada ini mungkin
dapat merasuki hatimu yang begitu ... ah aku pun tak mengerti.
Minggu, 09 Desember 2012
Dunia
Halo,
apa kabar dunia ? Masih bisakah engkau mencuatkan jejakku. Jejak orang-orang
pasrah yang mengintai nanar. Hai, dunia. Dunia oh dunia. Suatu saat tanpa kau
sadar, mungkin saat lelap menjemput dan menukik indah, kau akan hilang tanpa
kesadaran, kesadaran yang rapuh dan tak berujung hingga waktu menerobos liang-liang
cahanya. Dunia, masih kah aku temukan engkau untuk satu tahun kedepan ? atau
bahkan esok ?? Aku tak yakin, bahkan sangat tidak yakin. Dunia, aku ingin
menggores sebilah duka didadamu, tapi aku takut dan malu. Hmm, maaf pasti kau sudah
terlalu banyak tersakiti oleh goresan-goresan yang tak bertanggung-jawab,
goresan yang dengan congkaknya menabur di sela sela selaksa pelindungmu. Maaf
dunia, aku tak akan melakukannya :’(. Sudah 16 tahun aku hidup denganmu,
bercerita bersamamu, mendendang bersamamu, mengharu-biru bersamamu, berlari
bersamu, bahkan menangis bersamamu. Terimakasih, sangat terimakasih. Suatu saat
kita akan hancur dengan sesuatu yang bernama kiamat.
Jumat, 09 November 2012
Sejajar Nada
Aku mencintaimu, dengan
ketidakberdayaan
Rasa yang tercampur adukkan
oleh lara dan sulitnya pengakuan
Aku mencintaimu dengan
lemah tapi sadis
yang menghimpit bara dan
menghujam hal yang magis.
Aku mencintaimu, dengan
segudang warna
Membelai hati namun
terpaksa tak berirama
Aku juga mencintaimu
diam-diam
Agar kau tau betapa
sulitnya hati yang bungkam.
Kamis, 01 November 2012
Menggembel Ria
Hey,
how’s life ? hufftt, lama nggak nge blog jadi kangen waktu masa-masanya rajin
banget nge posting, hahaa. Sekarang udah mulai terbiasa sih di lingkungan baru
alias sekolah baru, awalnya itu ya kaget, shock, frustasi, setres, dan itu
semua lebay, ckck. Sekarang sih ya belajar fokus dan meraih cita-cita dulu lah
, #eaa.
Oke,
aku mau nyeritain sebuah kisah yang memorable banget, judulnya menggembel ria.
Jadi, aku punya 4 orang temen terdekat di kelas, mereka adalah Aqmar, Sita,
Qolbu, dan Rahmah. Mereka adalah baik, dan aku ingin selalu sekelas dengan
mereka, but i know it’s really impossibble. Karena kelas 2 nanti kita bakal
kepecah, ada yang IPA dan ada yang IPS. Ups, bukan ini yang mau kita bahas.
Waktu
itu hari Sabtu, 27 Oktober 2012 tepat sehari setelah Idul Adha. Sita dan Rahmah
memplanning sebuah misi, yap kita mau nyariin kado buat Muthia (Faralita
Annisa) anak kelas 9 SMP Vidatra, sebenarnya masih lama sih ultahnya 10
November, tapi keburu nanti buru2 jadi ya sekalian aja hari itu, sekaligus
jalan2. Yippi ...
Kami
merencanakan untuk berkumpul di BP(Bontang Plaza) jam 2, tapi yah namanya orang Indonesia tetap
aja ngaret(dan aku tidak bangga dengan hal itu) , dan yang paling ngaret parah
adalah Sita, dia datang hampir jam 3, jadilah aku dan Rahmah menggembel di
depan Apple House sambil nungguin Sita, pengen sih masuk ke dalam, tapi
langsung nggak enak kalo diliat mbak2nya yang selalu ngeliatin kita, macam apa
aja kita ini, terus kan malu juga kalo nggak beli apa2, karena emang kita
sendiri lagi nggak butuh apa2 di Apple House, yah kita hanya MENUNGGU SITA
DATANG.
Akhirnya
Sita datang juga dengan muka tanpa dosa tanpa beban, yah kitanya juga ngerti
sih soalnya dia ngaret parah karena harus buatin papanya makanan dulu (*uhuk,
anak berbakti memang dia). Tanpa basa-basi akhirnya kita masuk ke Apple house,
kita mau beliin Muthia itu pita dan ikat rambut yang unyu-unyu, itu sih
permintaan Sang Pacar. Setelah agak lama, akhirnya kita berhasil menemukan 2
ikat rambut dan 2 pita, yeay !!!!!! trus kita nyari kotaknya juga, dan ternyata
harga kotaknya itu juga lumayan mahal. Setelah semua beres kita langsung cabut
dari Apple house.
Rencana
awal kita mau ke Kopkar, mau beli Semerbak Coffe, dan ternyata, hahahaa karena
masih jam setengah 4 yah belum buka lah, kita bingung sendiri mau ngapain di
kopkar, waktu lagi keliling2, kita ketema sama kakak kelas, mukanya sih ya
begitulah, kayak gak kenal gitu sama kita, tapi ya enjoy aja lah. Karena
ditungguin beberapa menit kemudian nggak buka2, akhirnya Sita punya inisiatif
buat nyari semerbak coffe di daerah BTN PKT. Tanpa pikir panjang kami pun
segera cabut kesana.
Ternyata
setelah muter2 kesana, eh gak ketemu2 juga dan waktu ketemu tokonya tutup, oh
what an unlucky day !!! akhirnya kami kembali ke kopkar, rencananya aku mau
beli makanan tuh, karena aku lapar, eh Rahmah Sitanya gak mau karena mereka
masih kenyang,Sita ngajak ke rumahnya buat makan, tapi aku gak mau karena
menuny daging sapi, dan aku BENCI daging sapi, akhirnya kita duduk2 dibawah
pohon, PERSIS kayak gembel dan setelah itu pulang. Wakakaka :D
Rabu, 31 Oktober 2012
Dendang Hati
mwehehehee :D ini dia, hasil karya aku
sama temenku, Sita Ratnawati, puisi ini untuk akan dibacakan pada saat lomba 20 November 2012 nanti ;) Doakan yahh..
Nafas Negeri
Karya :
Sita Ratnawati dan Syarifah Husnayain
Beribu nama elok telah disandang
Selalu dielu-elukan dalam relung keindahan
Karena dulu,
Dulu ... negeri ini bagai dewi
Penuh senyum para pemudi
Penguasa teguh dalam mengabdi
Satu jiwa satu hati, sampai mati
Kami hidup di tanah para pujangga
Kami hidup di tanah yang pernah bermandikan darah
Tapi kami malu, dihujat bangsa lain kenapa
kami tak maju-maju
Selalu mundur, mundur, mundur, dan mundur
Pantaskah bila begini ?
Negeri kami tempat berpijak ini
Seperti sarang polusi
Korupsi mendarah daging
Menggerogoti kantong-kantong kecil
Tak peduli rakyat pontang-panting
Haluan takdir kini merosot tajam
Menyibak gundah menghempas sunyi yang menjalar
Saat kami, pemuda mencari cermin
Siapa ? Siapa ? Ayah, Bunda Siapa ?
Kepada siapa kami harus bercermin
Jika air sejernih intan berubah lumpur
tergerus waktu
Bahkan ketika raungan janji bak lentera hingga
penjuru negeri
Kami hanya pemuda tanpa arti
Tanpa gairah, tanpa energi dan jati diri
Akankan janji petinggi itu hanya janji ? Tidak
!! Tidak !!
Mulai detik ini kami kan merubah
Jauh dilubuk hati kami, tak pernah dirundung
sesal
Tak dilahirkan di negeri ginseng, bukan
berarti kami tak bisa menghentak kaki dan bernyanyi riang
Tak dilahirkan di negeri sakura, bukan berarti
kami bodoh
Perkenalkan, kami anak bangsa yang siap
bersumpah setia
Perhatikan, kami ialah seonggok ranah yang
berpijar
Indonesia, sejauh mata memandang sejauh itulah
asa kami membentang
Kan kami rengkuhkan ikrar itu !
Kan kami buktikan kini !
Bahwa kami pemuda negeri
Kami sanggup mengguncang bumi
Walau bermilyar orang tua, hanya bermimpi ...
Sabtu, 08 September 2012
Cara Menghilangkan Stres
Kali ini saya mau share 7 tips menghilangkan stres,
semoga bisa membantu kalian-kalian yang sedang dirundung kesetresan :D
1. Meditasi dan Refleksi
Ambil nafas panjang, cobalah yoga pranayama, seperti yang bisa diajarkan di India. Atau zazen, jenis meditasi yang bisa dilakukan di Cina dan Jepang. Lalu bagaimana memulainya? Anda bisa mulai mencari pusat yoga yang ada kelas akhir pekannya atau kelas reguler. Atau Anda juga bisa mengunduh aplikasi yoga yang ada di internet untuk kemudian belajar sendiri di rumah.
2. Bangkit dan Menarilah
Kadang, cara terbaik untuk menjernihkan pikiran adalah dengan bangkit dan bergerak. Mungkin saat liburan kemarin Anda sempat mengunjungi klub malam, maka saatnya Anda melakukan itu di rumah dan mengingat hal yang menarik dari pesta itu. Ada banyak tarian yang bisa Anda ingat dan ikuti. Apa pun gerakan yang Anda pilih, tarian bisa menjadi cara terbaik untuk melepaskan semua, dan tentu saja baik untuk kesehatan dan kebugaran.
3. Mendengarkan Musik
Di negara Afrika penduduknya senang membunyikan berbagai alat musik jika merayakan sesuatu. Musik memainkan peranan penting dalam sebuah lingkungan sosal, tidak hanya di Afrika tapi juga di berbagai belahan dunia lain. Cerita tentang musik bukan hanya masalah keahlian, tapi bagiamana mereka bisa nyaman memainkan dan mendengarkannya. Cobalah mendengarkan musik dari beberapa negara yang berbeda dengan jenis musik kesukaan Anda, buka pikiran dan nikmati musiknya.
4. Mencium Bunga
Jika Anda merasa tertekan, cobalah untuk membayangkan wangi bunga yang menjadi ciri khas suatu daerah. Jika Anda tidak dapat mencium langsung di tempat asalnya, maka sedikit aromaterapi bisa membantu. Pilihlah peralatan aromaterapi dari toko kecantikan, atau gunakan lampu baca yang nyaman untuk menghidupkan kantor atau rumah Anda. Sebagai contoh, aroma Lavender sangat menenangkan, melati membangkitkan semangat, peppermint bisa menstimulasi perasaan dan aroma mawat merupakan antidepresan.
5. Mencoba Berbagai Macam Bumbu
Memasak ternyata merupakan cara untuk mengubah perasaan tertekan menjadi tenang. Mencium aroma bumbu yang berbeda dari biasanya, bisa membawa Anda kembali ke tempat lain. Atau membakar kue. Ada alasan tersendiri makanan bisa menenangkan, dan menghabiskan beberapa saat di dapur, mencoba resep baru, bisa membantu pikiran Anda berkonsentrasi.
6. Kegiatan luar
Kembali ke alam, berteman dengan tumbuhan. Mungkin kedengarannya menggelikan, tapi itulah cara kita kembali menghargai alam. Kegiatan berkebun membuat kita melupakan segala bentuk tekanan yang akan atau sudah kita hadapi. Tanami halaman atau lingkungan Anda dengan tanaman seperti herbal, bunga-bunga eksotik, dan bentuk komunitas cinta lingkungan.
7. Biarkan Waktu Berjalan
Ketika melakukan perjalanan, kita mungkin menikmatinya hanya dengan duduk di pantai atau mengobrol dengan teman sambil makan tanpa memikirkan dunia lain. Kadang kita tidak sadar betapa berharganya kehidupan tanpa rencana seperti itu. Di dalam dunia, di mana kita selalu sibuk, akan sangat berarti jika kita mampu meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang ingin kita lakukan, dan bukan hal-hal yang harus kita lakukan. Saat Anda merasa tertekan, berikan waktu pada diri sendiri, lakukan jeda dan relaksasi, sambil berpikir bagaimana melewati semuanya.
Semoga bermanfaat, jangan lupa komentarnya !
Minggu, 12 Agustus 2012
My Novel
Kelap-Kelip Aya ( Part 1)
Doraya Adriani, itulah nama yang telah
diberikan ayah dan ibu ketika aku dilahirkan ke dunia ini. Nama yang cukup
singkat tapi mampu memberikan kesan menarik terhadap semua orang yang
mengenalku. Biasanya, teman-teman memanggilku Aya. Aku lahir pada tanggal 27
Maret 1997, di kota ku tercinta, Bontang. Aku masih ingat ketika nenek
menceritakan perihal bahwa aku memiliki saudara kembar laki-laki, namun ia
telah meninggal pada saat ibuku melahirkan aku dan dia. Aku selalu berdoa
kepada Allah agar ia selalu diberikan perlindungan olehNya, di alam sana.
Aku bersekolah di SMPN 12 Bontang
kelas VIII , aku memilih sekolah ini karena alasan letaknya yang dekat
dengan tempat tinggalku dan karena aku suka dengan sekolah ini yang masih asri,
banyak pepohonan yang tumbuh, entah ditanam atau tumbuh dengan sendirinya di
sekitar halaman sekolah,dan merupakan peraih adiwiyata. Aku punya dua orang
sahabat perempuan yang satu sekolah denganku, mereka adalah Ergayani Sasmita
Ningrat atau biasa dipanggil Erga dan Kailan Mahfudzah atau Kailan. Kami
bersahabat sejak kelas 5 SD di SD Kihadjar Dewantara. Kita mulai yah,
kisahku....
Seperti biasa, tepat pukul 18.00 Kailan
sudah menungguku untuk ke Masjid dan melaksanakan salat Magrib berjamaah di
depan rumah.
“Assalamualaikum, Aya. Ke masjid bareng yuk??”
sapaan yang biasa ia lontarkan, dan aku sudah sangat hafal dengan suara
manisnya.
“Waalaikumussalam... Iya, Kailan, tunggu bentaryah,
aku ambil mukenah dulu” jawabku sembari gesit mengambil perlengkapan salat di
atas meja ruang tamu .
Setelah mengambil mukenah, dan
mengapitnya di lengan kananku, aku mulai menampakkan diri di ambang pintu, dan
tersenyum kepada Kailan. Ia sangat cantik dengan rok panjang ungu tua dipadu
dengan atasan ungu muda, dan jilbab yang tentunya menutupi dada. Kalau boleh
jujur, aku malu dengan pakaianku yang belum bisa dikatakan pakaian muslimah
ini, celana jeans yang ketat dengan kaos lengan panjang, dan jilbabku hanya
menutupi dada. Tapi tidak apalah, menurutku Kailan saja yang gak
stylish dan ketinggalan jaman.
Sepanjang perjalanan menuju ke masjid
aku bertanya padanya,
“kamu udah ngerjain pr matematika yang
100 nomor itu belom?”
“udah sih, tapi baru 67 nomor yang
aku baru kerjain jadi kurang 33 nomor lagi” jawabnya agak bimbang.
“Ohh, kalau aku sih baru 15 nomor, kan dikumpulnya juga masih minggu depan, ngapain cepat-cepat dikerjain?” sengatku dengan nada bercanda.
“Kan biar gak numpuk tuh PR makanya aku kerjakan cepat-cepat” jawabnya meyakinkanku.
“Ohh, kalau aku sih baru 15 nomor, kan dikumpulnya juga masih minggu depan, ngapain cepat-cepat dikerjain?” sengatku dengan nada bercanda.
“Kan biar gak numpuk tuh PR makanya aku kerjakan cepat-cepat” jawabnya meyakinkanku.
Aku hanya tersenyum mendengar
jawabannya. Dalam hati aku merasa tidak enak juga. Kailan sangat rajin dan
sopan, pintar lagi. Sedangkan aku ? Jauh banget dari dia.Kami menikmati
perjalanan yang sebenarnya singkat ini, hanya 200 meter, tapi kami berjalannya
santai saja, karena tak mau terburu-buru. Tiba-tiba ada seorang nenek tua yang
pakaiannya lusuh, ia berjalan dengan gontai , parasnya menampakkan kalau ia
belum makan, mungkin dari dua hari yang lalu. Entah mengapa nenek itu hanya
diam dan hanya menatap aku dan Kailan. Biasanya kalau ada orang yang keadaan
seperti ini, pasti akan segera meminta tolong pada orang yang dijumpai. Nenek
itu hanya terpekur menatap kami. Kami yang merasa ditatap tidak enak juga untuk
meninggalkan nenek itu, tiba tiba ia mengisyaratkan pada kami, ia memegang
perutnya, memegang mulutnya dan melambaikan tangannya.
“Kayaknya nenek itu bisu dan ingin
meminta makan pada kita deh, Aya” kata Kailan setengah berbisik kepadaku.
“Iya juga, kamu punya sesuatu nggak ?”
tanyaku dengan suara pelan.
“Aku hanya punya ini” ujarnya sambil
mengeluarkan uang Rp 5000 dari saku roknya.
“Hmmmm, aku juga hanya punya ini”
lanjutku seraya mengeluarkan Rp 2000 sebanyak 2 lembar.
Kailan menggabungkan uang kami berdua,
dan ia menyerahkan uang kami itu kepada nenek tadi. Nenek itu pun tersenyum dan
mengucap syukur dengan gaya dan isyarat yang kami tidak mengerti. Kami pun
tersenyum kemudian menyalami nenek itu.
“Kami pamit dulu ya, Nek. Mau pergi ke
Masjid untuk salat Magrib berjamaah” kata Kailan.
Kami meninggalkan nenek itu dan segera
melanjutkan perjalanan.Aku dan Kailan mempercepat langkah kami karena sebentar
lagi adzan Magrib dikumandangkan. Kami sampai di Masjid tepat pada saat Muadzin
melantunkan panggilan salat untuk kaum Muslimin ini dengan lantang dan
merdunya. Karena sudah berwudhu dari rumah tadi, jadi kami tidak perlu untuk
mengambil air wudhu lagi, dan segera menempati shaf. Selesai adzan, aku melihat
Kailan berdiri untuk salat.
“Lan, kamu mau salat apa? Kan belum
qomat” tanyaku heran.
“Oh, aku mau salat sunnah qobla Magrib
dulu 2 rakaat” jawabnya santai.
“Ohhhh” lanjutku.
Kailan melaksanakan salat dengan
khusyuk. Wajahnya tenang dan sangat bersungguh-sungguh. Tepat selesai Kailan
salat sunnah, muadzin mengumandangkan qomat . Para jamaah salat pun segera
berdiri dan meluruskan shafnya. Aku dan Kailan berada di shaf ke 2 perempuan.
Selesai shalat, kami berdzikir dan
melanjutkan kegiatan dengan membaca Al-Qur’an, aku memiliki target untuk
menyelesaikan bacaan Al-Qur’an ku hingga selesai semester akhir nanti.
Ini adalah upaya yang kulakukan agar prestasiku juga ikut meningkat.
Selesai salat isya’, aku dan Kailan
pulang bersama, perjalanan pulang kami ini agak menegangkan juga, karena hari
sudah malam. Namun, diiringi lantunan dzikir yang tak putus-putusnya Kailan
ucapkan, membuat perjalanan kami tenang. Di persimpangan jalan, kami berpisah.
Kailan berbelok ke arah jalan Bengawan, sedagkan aku berbelok ke arah jalan
Dirgantara.
Keesokan paginya, aku bangun dengan
semangat yang baru. Diantara anggota-anggota keluargaku, aku lah yang paling
cepat bangunnya.Selesai salat subuh, karena tidak mau merepotkan ibu, aku
memasak sendiri untuk sarapan. Aku membuat nasi goreng udang, roti selai kacang
dan tak lupa 2 gelas susu untuk ku dan ayah. Selesai pekerjaanku di dapur, aku
segera mandi dan berseragam, hari ini ada ulangan fisika bab “ Getaran dan
Gelombang “, aku sudah siap dan yakin karena sudah belajar tadi malam. Setelah
mandi dan berseragam, dengan sigap kusantap sarapan yang aku buat tadi,
“ Rasanya enak loh, Aya... “ komentar
ibu yang juga sudah siap untuk bekerja.
“ Makasih yah, udah dibuatin susu,
tumben nih... “ sahut ayah dengan nada bercanda.
Aku hanya tersenyum mendengar ocehan
ayah ibuku yang sangat kucintai ini, aku berharap aku akan sering bangun pagi
dan membuatkan sarapan untuk mereka. Oh iya, ibuku bekerja di kantor
pemerintahan Kota Bontang. Sedangkan ayahku sebagai dosen di STTIB (Sekolah
Tinggi Teknologi Industri Bontang). Memang sih, kedua orang tua ku sibuk, tapi
mereka tetap selalu meluangkan waktu untuk ku.
“ Ayah, ibu..., Aya berangkat dulu yah?
“ pamitku setelah sarapan sambil menyalami keduanya.
“Siipp, Aya... sukses yah ulangannya !”
sahut ayahku sambil mengelus kepalaku.
Ketika membuka pintu pagar, ternyata
lalu lalang kendaraan tak bisa kuhindarkan, aku harus berhati-hati, kulihat
teman-temanku di SMPN 12 sudah banyak yang berdatangan. Baru saja lima langkah,
seseorang menepuk pundakku dari belakang
“ Oiii ... “ katanya membuatku kaget
“ Ehh, Erga ! aku kaget tahu !! “
kataku agak ketus.
“ Sorry deh, aku kan
Cuma mau ngetes kejiwaan kamu “ katanya sambil tertawa.
“ Hahaaa, sembarangan aja ! Ayo
berangkat “ ujarku melupakan hal yang tadi.
Kami berjalan menikmati suasana pagi
ini. Oh iya, Erga ini sifatnya jauh beda sama Kailan. Erga kocak dan sangat
cerewet, dia hobi mengomentari apa aja, padahal belum tentu apa yang dia
lakukan benar, aku juga suka sifatnya yang Percaya Diri, bayangkan ia berani
tampil membaca puisi menggantikan Sonia yang tiba-tiba pingsan di atas panggung
pada acara malam perpisahan kelas IX tahun lalu. Semua orang memujinya, bukan
karena baca puisi bagus, namun karena keberanian dan kepercayaan dirinya, aku
juga salut dengan Erga.
Tiba di pintu gerbang, tiba-tiba Erga
langsung berlari kencang meninggalkanku. Oh ternyata, ia menolong Getha yang
tiba-tiba jatuh dari sepeda, Getha adalah murid kelas VII. Aku segera
menghampiri Erga dan Getha,
“Kamu baik-baik aja kan ?” tanyaku pada
Getha.
“Iya, kak. Aku nggak papa kok,”
balasnya sambil berdiri dan membersihkan roknya yang terkena debu pasir.
“Makasih ya, Kak Erga” lanjutnya pada
Erga.
“Oke, lain kali hati-hati yah..” balas
Erga sembari menepuk pundak Getha.
Getha segera meninggalkan kami, ia
melangkah dengan riang, seperti tidak ada tanda-tanda bahwa ia habis jatuh dari
sepeda.
“Ke kelas yuk, Aya?” ajak Erga.
“Hmm” sahutku
Kami tiba di kelas tepat pukul 07.15.
Sebelum pelajaran di mulai, sekolah kami punya budaya untuk berbaris dan berdoa
di depan kelas terlebih dahulu,tata cara berdoanya menurut kepercayaan dan
keyakinan masing-masing. Selesai berdoa, ketua kelas VIII C memberi aba-aba
untuk masuk ke kelas dengan tertib. Ketika masuk kelas dan duduk di bangku, aku
baru sadar kalau Kailan tidak masuk, kemana yah dia ?
Aku mengikuti pelajaran dengan perasaan
sedikit tidak konsentrasi karena memikirkan Kailan. Biasanya ia akan memberi
kabar kepadaku kalau tidak masuk via telepon pada malam harinya, tapi tadi
malam sewaktu pulang dari masjid tampaknya tidak ada apa-apa pada dirinya, ia
sehat-sehat saja. Kalau begitu sepulang sekolah nanti aku akan ke rumah Kailan
dan menanyakan apa yang terjadi sebenarnya.
Pelajaran Fisika adalah pelajaran
terakhir, untuk kali ini aku tidak mau memikirkan Kailan dulu karena harus
berkonsentrasi dengan ulangan. Untungnya soalnya tidak sesulit yang aku
bayangkan, aku merasa yakin dengan ulangan kali ini, semoga sukses dan mendapat
nilai yang bagus.
Sepulang sekolah, dengan rasa penasaran
yang luar biasa, aku berniat untuk pergi ke rumah Kailan. Aku tidak perlu
khawatir untuk pulang ke rumah, karena biasanya ibu belum pulang dari tempat
kerjanya. Aku mempercepat langkah kaki ku ketika melewati seorang cowok yang
sangat aku benci, namanya Rama. Dia adalah murid kelas IX, aku tidak suka
padanya karena ia nakal, namun siapa sangka, dibalik kenakalannya ia adalah
peserta OSN (Olimpiade Siswa Nasional) bidang matematika. Andai saja ia tidak
nakal, ah pikirku sedikit error.
Rumah Kailan kosong, sudah kucoba untuk mengetuk pintu depan dan belakang
rumahnya. Namun hasilnya nihil, aku semakin khawatir tentang Kailan. Padahal
baru saja tadi malam dia pergi bersamaku ke masjid. Mengapa sekarang ia tidak
ada.
“ Nyari siapa ya, Mbak ?” suara seorang ibu-ibu mengagetkanku.
“Hmm, Kailan nya kemana ya, Bu ?” tanyaku sigap tanpa basa-basi.
“Kailan anaknya Bu Juariah ?” tanya Ibu itu lagi.
“Iya,” jawabku lagi.
“Bu Juariah dan keluarga sudah pindah. Mereka berangkat pagi-pagi buta sekitar
jam setengah empat dini hari. Soal pindah kemana, saya tidak tahu pasti, Mbak
!” kata Ibu itu.
“Hah?? Pindah ? Kok mendadak sekali, ?” tanyaku penasaran.
“Nah, itu dia yang saya tidak tahu,Mbak?” jawab Ibu itu.
“Saya pamit dulu ya, Bu” kataku kemudian masih dalam keadaan bingung.
“Iya, Mbak. Nanti kalau ada kabar saya akan beri tahu ke Mbak“ kata Ibu itu di
sela-sela kepamitanku.
Aku hanya tersenyum, meskipun masih dalam keadaan penasaran. Kailan dan
keluarga pindah tanpa pamit kepada siapa pun, termasuk Ibu itu sebagai tetangga
dekatnya. Aku teringat sesuatu, ku keluarkan handphone ku dari
dalam tas, aku mencoba untuk menelepon Kailan. Hasilnya nihil, handphonenya
tidak aktif. Kemana perginya kamu,Kailan? Padahal kemarin malam kita baru
berangkat ke masjid bersama, dan sekarang kamu hilang entah kemana. Aku tidak
akan membiarkan keadaan ini hanya larut sebagai angin lalu saja. Aku akan
mencari kemana perginya Kailan sampai titik darah penghabisan,ceileh.
Jam menunjukkan pukul 14.45 saat aku sampai di rumah. Sudah kupastikan, tidak
ada orang di dalam rumah karena ayah dan ibuku belum pulang dari kerja.
Kuhempaskan badanku ke atas sofa di ruang tamu, aku lelah sekali. Lelah jasad
dan rohani. Aku berniat akan menceritakan perihal Kailan kepada Ayah dan Ibu
ketika mereka sampai dirumah nanti.
Ayah dan Ibu pulang pada pukul 15.55, dan saat itu juga aku terbangun dari
tidurku. Segera aku berlari ke kamar mandi dan menunaikan salat Ashar. Untung
waktu ashar belum habis, gumamku dalam hati. Selesai salat aku segera mandi,
badanku penat dan letih, walaupun tadi sudah tidur siang, tapi bau badan ini
sudah tidak bisa dibiarkan lagi. Sekitar 20 menit aku sudah mandi dan memakai
baju, kulihat di ruang tamu ada ayah yang lagi sibuk dengan laptopnya,
sedangkan ibu ada di dapur sedang membuat sesuatu.
“Ayah lagi sibuk yah ??” tanyaku manja seraya duduk disamping
ayah.
“Nggak juga kok, Ya. Ayah lagi mendata murid-murid ayah yang sudah
menyelesaikan skripsinya “ jawab ayah kemudian menatapku.
“Memangnya kenapa? Ada masalah?” tanya ayah sambil membenarkan letak
kacamatanya.
Tanpa ragu-ragu, aku menceritakan perihal Kailan yang telah pindah tanpa pamit
atau menginformasikan sedikitpun hari ini juga, Ayah cukup kaget, sesaat beliau
menghela nafasnya. Dalam hati aku merasa kasihan juga, Ayah baru aja pulang
kerja dan aku sudah merecoki beliau dengan masalah Kailan.
“Aya, gimana kalau Ayah lapor ke pihak polisi? Siapa tahu ayah bisa dapat
sedikit benang merah dari masalah ini. Ayah kenal baik dengan ayah Kailan, Pak
Budi adalah orang yang tidak suka menyembunyikan masalahnya” ujar Ayah datar,
mukanya serius.
“Tapi, Yah,, setelah Aya pikir kayaknya kita nunggu sampe 3 hari lagi deh,
siapa tahu aja, keluarga Kailan hanya pulang sebentar ke Sidoarjo menjenguk
neneknya” kataku asal menebak kemana keluarga Kailan pergi sembari
memperhatikan wajah ayah yang kelihatannya bingung.
“Oke kalau itu mau kamu, toh tadi yang heboh juga siapa??” kata Ayah berusaha
bercanda diikuti dengan senyumanku.
Setelah puas ngobrol dengan Ayah, aku beranjak dari sofa dan segera pergi ke
kamar mandi untuk mengambil air wudu, suara adzan dari masjid sebelah terdegar
merdu memanggil sejenak hati para kaum muslimin untuk bersimpuh pada Allah SWT.
Ayah bertanya apakah aku mau ikut ke masjid bareng ayah, tapi aku menolak dan
dan beralasan karena Kailan tidak ada. Akhirnya, aku hanya melaksanakan salat
Magrib di rumah bersama Ibu.
Malam hari setelah salat Isya, Erga meneleponku. Ia juga menanyakan apakah aku
tahu kabar Kailan, aku menjawab aku juga tidak tahu dan menenangkan Erga dengan
mengatakan bahwa kita harus menunggu tiga hari dulu, jika dalam tiga hari
Kailan tidak muncul jua, maka kami pun akan bertindak, hahaa.
(bersambung, ces. Jangan Khawatir )
Langganan:
Postingan (Atom)