Sepenggal Cambukan

kebesaran seseorang tidak terlihat ketika dia berdiri dan memberi perintah, tetapi ketika ia berdiri sama tinggi dengan orang lain dan membantu orang lain untuk mencapai yang terbaik dari diri mereka.

Let's Talk

Sapi Gendut :P

Sapi Gendut :P
Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Nico Robin - One Piece

Berlari

Aku pun ingin segera berlari memecah granit

Tapi ah, aku takut ketika harus pasrah meninggalkanmu

Atau bahkan engkau yang bakal meninggalkanku ?

Semoga saja tidak, semuanya akan indah pada waktunya

Mimpi

aku pernah bermimpi, ketika purnama menjadi bara

aku pernah bermimpi, ketika semilir hujan menjadi badai

aku pernah bermimpi, ketika angin menjadi tangis hujan

aku pernah bermimpi, ketika bulan hendak menggilas porosnya

aku bahkan pernah bermimpi, kau datang membawa sebilah pedang

Feed The Fishes !!

when cattris and cowwis were a best friend

Minggu, 12 Agustus 2012

My Novel


Kelap-Kelip Aya ( Part 1) 



Doraya Adriani, itulah nama yang telah diberikan ayah dan ibu ketika aku dilahirkan ke dunia ini. Nama yang cukup singkat tapi mampu memberikan kesan menarik terhadap semua orang yang mengenalku. Biasanya, teman-teman memanggilku Aya. Aku lahir pada tanggal 27 Maret 1997, di kota ku tercinta, Bontang. Aku masih ingat ketika nenek menceritakan perihal bahwa aku memiliki saudara kembar laki-laki, namun ia telah meninggal pada saat ibuku melahirkan aku dan dia. Aku selalu  berdoa kepada Allah agar ia selalu diberikan perlindungan olehNya, di alam sana.
 Aku bersekolah di SMPN 12 Bontang kelas VIII ,  aku memilih sekolah ini karena alasan letaknya yang dekat dengan tempat tinggalku dan karena aku suka dengan sekolah ini yang masih asri, banyak pepohonan yang tumbuh, entah ditanam atau tumbuh dengan sendirinya di sekitar halaman sekolah,dan merupakan peraih adiwiyata. Aku punya dua orang sahabat perempuan yang satu sekolah denganku, mereka adalah Ergayani Sasmita Ningrat atau biasa dipanggil Erga dan Kailan Mahfudzah atau Kailan. Kami bersahabat sejak kelas 5 SD di SD Kihadjar Dewantara. Kita mulai yah, kisahku....
Seperti biasa, tepat pukul 18.00 Kailan sudah menungguku untuk ke Masjid dan melaksanakan salat Magrib berjamaah di depan rumah.
“Assalamualaikum, Aya. Ke masjid bareng yuk??” sapaan yang biasa ia lontarkan, dan aku sudah sangat hafal dengan suara manisnya.
“Waalaikumussalam... Iya, Kailan, tunggu bentaryah, aku ambil mukenah dulu” jawabku sembari gesit mengambil perlengkapan salat di atas meja ruang tamu .
Setelah mengambil mukenah, dan mengapitnya di lengan kananku, aku mulai menampakkan diri di ambang pintu, dan tersenyum kepada Kailan. Ia sangat cantik dengan rok panjang ungu tua dipadu dengan atasan ungu muda, dan jilbab yang tentunya menutupi dada. Kalau boleh jujur, aku malu dengan pakaianku yang belum bisa dikatakan pakaian muslimah ini, celana jeans yang ketat dengan kaos lengan panjang, dan jilbabku hanya menutupi dada. Tapi tidak apalah, menurutku Kailan saja yang gak stylish dan ketinggalan jaman.
Sepanjang perjalanan menuju ke masjid aku bertanya padanya,
“kamu udah ngerjain pr matematika yang 100 nomor itu belom?”
“udah sih, tapi baru 67 nomor yang aku baru kerjain jadi kurang 33 nomor lagi” jawabnya agak bimbang.
                “Ohh, kalau aku sih baru 15 nomor, kan dikumpulnya juga masih minggu depan, ngapain cepat-cepat dikerjain?” sengatku dengan nada bercanda.
                “Kan biar gak numpuk tuh PR makanya aku kerjakan cepat-cepat” jawabnya meyakinkanku.
Aku hanya tersenyum mendengar jawabannya. Dalam hati aku merasa tidak enak juga. Kailan sangat rajin dan sopan, pintar lagi. Sedangkan aku ? Jauh banget dari dia.Kami menikmati perjalanan yang sebenarnya singkat ini, hanya 200 meter, tapi kami berjalannya santai saja, karena tak mau terburu-buru. Tiba-tiba ada seorang nenek tua yang pakaiannya lusuh, ia berjalan dengan gontai , parasnya menampakkan kalau ia belum makan, mungkin dari dua hari yang lalu. Entah mengapa nenek itu hanya diam dan hanya menatap aku dan Kailan. Biasanya kalau ada orang yang keadaan seperti ini, pasti akan segera meminta tolong pada orang yang dijumpai. Nenek itu hanya terpekur menatap kami. Kami yang merasa ditatap tidak enak juga untuk meninggalkan nenek itu, tiba tiba ia mengisyaratkan pada kami, ia memegang perutnya, memegang mulutnya dan melambaikan tangannya.
“Kayaknya nenek itu bisu dan ingin meminta makan pada kita deh, Aya” kata Kailan setengah berbisik kepadaku.
“Iya juga, kamu punya sesuatu nggak ?” tanyaku dengan suara pelan.
“Aku hanya punya ini” ujarnya sambil mengeluarkan uang Rp 5000 dari saku roknya.
“Hmmmm, aku juga hanya punya ini” lanjutku seraya mengeluarkan Rp 2000 sebanyak 2 lembar.
Kailan menggabungkan uang kami berdua, dan ia menyerahkan uang kami itu kepada nenek tadi. Nenek itu pun tersenyum dan mengucap syukur dengan gaya dan isyarat yang kami tidak mengerti. Kami pun tersenyum kemudian menyalami nenek itu.
“Kami pamit dulu ya, Nek. Mau pergi ke Masjid untuk salat Magrib berjamaah” kata Kailan.
Kami meninggalkan nenek itu dan segera melanjutkan perjalanan.Aku dan Kailan mempercepat langkah kami karena sebentar lagi adzan Magrib dikumandangkan. Kami sampai di Masjid tepat pada saat Muadzin melantunkan panggilan salat untuk kaum Muslimin ini dengan lantang dan merdunya. Karena sudah berwudhu dari rumah tadi, jadi kami tidak perlu untuk mengambil air wudhu lagi, dan segera menempati shaf. Selesai adzan, aku melihat Kailan berdiri untuk salat.
“Lan, kamu mau salat apa? Kan belum qomat” tanyaku heran.
“Oh, aku mau salat sunnah qobla Magrib dulu 2 rakaat” jawabnya santai.
“Ohhhh” lanjutku.
Kailan melaksanakan salat dengan khusyuk. Wajahnya tenang dan sangat bersungguh-sungguh. Tepat selesai Kailan salat sunnah, muadzin mengumandangkan qomat . Para jamaah salat pun segera berdiri dan meluruskan shafnya. Aku dan Kailan berada di shaf ke 2 perempuan.
Selesai shalat, kami berdzikir dan melanjutkan kegiatan dengan membaca Al-Qur’an, aku memiliki target untuk menyelesaikan bacaan Al-Qur’an ku hingga selesai semester akhir nanti. Ini  adalah upaya yang kulakukan agar prestasiku juga ikut meningkat.
Selesai salat isya’, aku dan Kailan pulang bersama, perjalanan pulang kami ini agak menegangkan juga, karena hari sudah malam. Namun, diiringi lantunan dzikir yang tak putus-putusnya Kailan ucapkan, membuat perjalanan kami tenang. Di persimpangan jalan, kami berpisah. Kailan berbelok ke arah jalan Bengawan, sedagkan aku berbelok ke arah jalan Dirgantara.

Keesokan paginya, aku bangun dengan semangat yang baru. Diantara anggota-anggota keluargaku, aku lah yang paling cepat bangunnya.Selesai salat subuh, karena tidak mau merepotkan ibu, aku memasak sendiri untuk sarapan. Aku membuat nasi goreng udang, roti selai kacang dan tak lupa 2 gelas susu untuk ku dan ayah. Selesai pekerjaanku di dapur, aku segera mandi dan berseragam, hari ini ada ulangan fisika bab “ Getaran dan Gelombang “, aku sudah siap dan yakin karena sudah belajar tadi malam. Setelah mandi dan berseragam, dengan sigap kusantap sarapan yang aku buat tadi,
“ Rasanya enak loh, Aya... “ komentar ibu yang juga sudah siap untuk bekerja.
“ Makasih yah, udah dibuatin susu, tumben nih... “ sahut ayah dengan nada bercanda.
Aku hanya tersenyum mendengar ocehan ayah ibuku yang sangat kucintai ini, aku berharap aku akan sering bangun pagi dan membuatkan sarapan untuk mereka. Oh iya, ibuku bekerja di kantor pemerintahan Kota Bontang. Sedangkan ayahku sebagai dosen di STTIB (Sekolah Tinggi Teknologi Industri Bontang). Memang sih, kedua orang tua ku sibuk, tapi mereka tetap selalu meluangkan waktu untuk ku.
“ Ayah, ibu..., Aya berangkat dulu yah? “ pamitku setelah sarapan sambil menyalami keduanya.
“Siipp, Aya... sukses yah ulangannya !” sahut ayahku sambil mengelus kepalaku.
Ketika membuka pintu pagar, ternyata lalu lalang kendaraan tak bisa kuhindarkan, aku harus berhati-hati, kulihat teman-temanku di SMPN 12 sudah banyak yang berdatangan. Baru saja lima langkah, seseorang menepuk pundakku dari belakang
“ Oiii ... “ katanya membuatku kaget
“ Ehh, Erga ! aku kaget tahu !! “ kataku agak ketus.
“ Sorry deh, aku kan Cuma mau ngetes kejiwaan kamu “ katanya sambil tertawa.
“ Hahaaa, sembarangan aja ! Ayo berangkat “ ujarku melupakan hal yang tadi.
Kami berjalan menikmati suasana pagi ini. Oh iya, Erga ini sifatnya jauh beda sama Kailan. Erga kocak dan sangat cerewet, dia hobi mengomentari apa aja, padahal belum tentu apa yang dia lakukan benar, aku juga suka sifatnya yang Percaya Diri, bayangkan ia berani tampil membaca puisi menggantikan Sonia yang tiba-tiba pingsan di atas panggung pada acara malam perpisahan kelas IX tahun lalu. Semua orang memujinya, bukan karena baca puisi bagus, namun karena keberanian dan kepercayaan dirinya, aku juga salut dengan Erga.

Tiba di pintu gerbang, tiba-tiba Erga langsung berlari kencang meninggalkanku. Oh ternyata, ia menolong Getha yang tiba-tiba jatuh dari sepeda, Getha adalah murid kelas VII. Aku segera menghampiri Erga dan Getha,
“Kamu baik-baik aja kan ?” tanyaku pada Getha.
“Iya, kak. Aku nggak papa kok,” balasnya sambil berdiri dan membersihkan roknya yang terkena debu pasir.
“Makasih ya, Kak Erga” lanjutnya pada Erga.
“Oke, lain kali hati-hati yah..” balas Erga sembari menepuk pundak Getha.
Getha segera meninggalkan kami, ia melangkah dengan riang, seperti tidak ada tanda-tanda bahwa ia habis jatuh dari sepeda.
“Ke kelas yuk, Aya?” ajak Erga.
“Hmm” sahutku
Kami tiba di kelas tepat pukul 07.15. Sebelum pelajaran di mulai, sekolah kami punya budaya untuk berbaris dan berdoa di depan kelas terlebih dahulu,tata cara berdoanya menurut kepercayaan dan keyakinan masing-masing. Selesai berdoa, ketua kelas VIII C memberi aba-aba untuk masuk ke kelas dengan tertib. Ketika masuk kelas dan duduk di bangku, aku baru sadar kalau Kailan tidak masuk, kemana yah dia ?
Aku mengikuti pelajaran dengan perasaan sedikit tidak konsentrasi karena memikirkan Kailan. Biasanya ia akan memberi kabar kepadaku kalau tidak masuk via telepon pada malam harinya, tapi tadi malam sewaktu pulang dari masjid tampaknya tidak ada apa-apa pada dirinya, ia sehat-sehat saja. Kalau begitu sepulang sekolah nanti aku akan ke rumah Kailan dan menanyakan apa yang terjadi sebenarnya.
Pelajaran Fisika adalah pelajaran terakhir, untuk kali ini aku tidak mau memikirkan Kailan dulu karena harus berkonsentrasi dengan ulangan. Untungnya soalnya tidak sesulit yang aku bayangkan, aku merasa yakin dengan ulangan kali ini, semoga sukses dan mendapat nilai yang bagus.
Sepulang sekolah, dengan rasa penasaran yang luar biasa, aku berniat untuk pergi ke rumah Kailan. Aku tidak perlu khawatir untuk pulang ke rumah, karena biasanya ibu belum pulang dari tempat kerjanya. Aku mempercepat langkah kaki ku ketika melewati seorang cowok yang sangat aku benci, namanya Rama. Dia adalah murid kelas IX, aku tidak suka padanya karena ia nakal, namun siapa sangka, dibalik kenakalannya ia adalah peserta OSN (Olimpiade Siswa Nasional) bidang matematika. Andai saja ia tidak nakal, ah pikirku sedikit error.
                Rumah Kailan kosong, sudah kucoba untuk mengetuk pintu depan dan belakang rumahnya. Namun hasilnya nihil, aku semakin khawatir tentang Kailan. Padahal baru saja tadi malam dia pergi bersamaku ke masjid. Mengapa sekarang ia tidak ada.
                “ Nyari siapa ya, Mbak ?” suara seorang ibu-ibu mengagetkanku.
                “Hmm, Kailan nya kemana ya, Bu ?” tanyaku sigap tanpa basa-basi.
                “Kailan anaknya Bu Juariah ?” tanya Ibu itu lagi.
                “Iya,” jawabku lagi.
                “Bu Juariah dan keluarga sudah pindah. Mereka berangkat pagi-pagi buta sekitar jam setengah empat dini hari. Soal pindah kemana, saya tidak tahu pasti, Mbak !” kata Ibu itu.
                “Hah?? Pindah ? Kok mendadak sekali, ?” tanyaku penasaran.
                “Nah, itu dia yang saya tidak tahu,Mbak?” jawab Ibu itu.
                “Saya pamit dulu ya, Bu” kataku kemudian masih dalam keadaan bingung.
                “Iya, Mbak. Nanti kalau ada kabar saya akan beri tahu ke Mbak“ kata Ibu itu di sela-sela kepamitanku.
                Aku hanya tersenyum, meskipun masih dalam keadaan penasaran. Kailan dan keluarga pindah tanpa pamit kepada siapa pun, termasuk Ibu itu sebagai tetangga dekatnya. Aku teringat sesuatu, ku keluarkan handphone ku dari dalam tas, aku mencoba untuk menelepon Kailan. Hasilnya nihil, handphonenya tidak aktif. Kemana perginya kamu,Kailan? Padahal kemarin malam kita baru berangkat ke masjid bersama, dan sekarang kamu hilang entah kemana. Aku tidak akan membiarkan keadaan ini hanya larut sebagai angin lalu saja. Aku akan mencari kemana perginya Kailan sampai titik darah penghabisan,ceileh.
                Jam menunjukkan pukul 14.45 saat aku sampai di rumah. Sudah kupastikan, tidak ada orang di dalam rumah karena ayah dan ibuku belum pulang dari kerja. Kuhempaskan badanku ke atas sofa di ruang tamu, aku lelah sekali. Lelah jasad dan rohani. Aku berniat akan menceritakan perihal Kailan kepada Ayah dan Ibu ketika mereka sampai dirumah nanti.
                Ayah dan Ibu pulang pada pukul 15.55, dan saat itu juga aku terbangun dari tidurku. Segera aku berlari ke kamar mandi dan menunaikan salat Ashar. Untung waktu ashar belum habis, gumamku dalam hati. Selesai salat aku segera mandi, badanku penat dan letih, walaupun tadi sudah tidur siang, tapi bau badan ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi. Sekitar 20 menit aku sudah mandi dan memakai baju, kulihat di ruang tamu ada ayah yang lagi sibuk dengan laptopnya, sedangkan ibu ada di dapur sedang membuat sesuatu.
                “Ayah lagi sibuk yah ??” tanyaku manja seraya duduk disamping ayah.
                “Nggak juga kok, Ya. Ayah lagi mendata murid-murid ayah yang sudah menyelesaikan skripsinya “ jawab ayah kemudian menatapku.
                “Memangnya kenapa? Ada masalah?” tanya ayah sambil membenarkan letak kacamatanya.
                Tanpa ragu-ragu, aku menceritakan perihal Kailan yang telah pindah tanpa pamit atau menginformasikan sedikitpun hari ini juga, Ayah cukup kaget, sesaat beliau menghela nafasnya. Dalam hati aku merasa kasihan juga, Ayah baru aja pulang kerja dan aku sudah merecoki beliau dengan masalah Kailan.
                “Aya, gimana kalau Ayah lapor ke pihak polisi? Siapa tahu ayah bisa dapat sedikit benang merah dari masalah ini. Ayah kenal baik dengan ayah Kailan, Pak Budi adalah orang yang tidak suka menyembunyikan masalahnya” ujar Ayah datar, mukanya serius.
                “Tapi, Yah,, setelah Aya pikir kayaknya kita nunggu sampe 3 hari lagi deh, siapa tahu aja, keluarga Kailan hanya pulang sebentar ke Sidoarjo menjenguk neneknya” kataku asal menebak kemana keluarga Kailan pergi sembari memperhatikan wajah ayah yang kelihatannya bingung.
                “Oke kalau itu mau kamu, toh tadi yang heboh juga siapa??” kata Ayah berusaha bercanda diikuti dengan senyumanku.
                Setelah puas ngobrol dengan Ayah, aku beranjak dari sofa dan segera pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudu, suara adzan dari masjid sebelah terdegar merdu memanggil sejenak hati para kaum muslimin untuk bersimpuh pada Allah SWT. Ayah bertanya apakah aku mau ikut ke masjid bareng ayah, tapi aku menolak dan dan beralasan karena Kailan tidak ada. Akhirnya, aku hanya melaksanakan salat Magrib di rumah bersama Ibu.
                Malam hari setelah salat Isya, Erga meneleponku. Ia juga menanyakan apakah aku tahu kabar Kailan, aku menjawab aku juga tidak tahu dan menenangkan Erga dengan mengatakan bahwa kita harus menunggu tiga hari dulu, jika dalam tiga hari Kailan tidak muncul jua, maka kami pun akan bertindak, hahaa.


(bersambung, ces. Jangan Khawatir )

separador

0 komentar:

Posting Komentar


About Me

Foto saya
Bontang, Kalimantan Timur, Indonesia
Just a simple girl with a various of amazing life :)

time is money

Calendar

Visitors


Followers